we're

we're

Minggu, 08 Juli 2012

HUKUM BAYI TABUNG DAN KLONING MENURUT ISLAM


 
Pengertian Kloning
           Secara harfiah, kata “klon” (Yunani: klon, klonos) berarti cabang atau ranting muda. Kloning berarti proses pembuatan (produksi) dua atau lebih individu (makhluk hidup) yang identik secara genetik.” Kloning organisme sebenarnya sudah bcrlangsung selama beberapa ribu tahun lalu dalam bidang hortikultura. Tanaman baru, misalnya, dapat diciptakan dari sebuah ranting. Dalam dunia hortikultura (dunia perkebunan), kata “klon” masih digunakan hingga abad ke-20.
            Secara mendetail, dapat dibedakan 2 jenis kloning. Jenis pertama adalah pelipatgandaan hidup sejak awal melalui pembagian sel tunggal menjadi kembar dengan bentuk identik. Secara kodrati, mereka seperti “anak kembar”. Jenis kedua adalah produksi hewan dari sel tubuh hewan lain.
B. Sejarah Kloning
             Klon pertama manusia dirancang pada bulan November 1998, oleh American Cell Technologies, yang berasal dari sel kaki seorang manusia, dan sebuah sel lembu yang DNA-nya dipindahkan. Setelah 12 hari, klon ini rusak. Pada bulan januari 2008, Dr. Samuel Wood dan Andrew French, kepala pegawai ilmiah laboratoriurn Stemagen Corporation di California AS, mengumumkan bahwa mereka berhasil menciptakan 5 embrio manusia dewasa dengan menggunakan DNA dari sel kulit orang dewasa. Tujuannya adalah menvediakan sebuah sumber bagi tangkai sel embrio yang dapat hidup. Dr. Wood dan seorang temannya menyumbangkan sel kulit dan DNA dari sel-sel itu untuk dipindahkan ke dalam sel-sel manusia. Tidak jelas apakah embrio yang dihasilkan akan sanggup berkernbang lebih lanjut. Namun, Dr. Wood menyatakan bahwa kalaupun mungkin, menggunakan teknologi untuk kloning reproduktif adalah tidak etis dan illegal. Kelima embrio yang diklon tersebut akhirnya rusak.”
Secara etis, tak ada masalah dalam kloning pada tumbuhan. Praktek kloning ini sudah lazim dan lama dilakukan. Sementara itu, terdapat perbedaan pendapat tentang kloning pada hewan. Ada pro dan kontra. Praktek kloning ini dibolehkan sejauh hewan tersebut tidak disiksa atau disakiti. Sementara itu, muncul pelbagai pendapat tentang kloning manusia. Muncul pertanyaan dan diskusi etis. Secara etis, apakah dibenarkan kalau kemajuan teknologi menghasilkan dan/atau menggunakan embrio insani yang hidup untuk menyiapkan sel-sel induk embrio? Gereja tidak membenarkan tindakan ini karena embrio manusia tidak dapat dipandang sebagai gumpalan sel. Embrio adalah sesosok pribadi. Embrio berhak hidup sebagai individu. Embrio semestinya dihorrnati. Dengan demikian, intervensi manusia yang merusak, melecehkan, atau mengobjekkan embrio tidak dapat diterima. Penolakan terhadap kloning embrio ini berlaku juga terhadap cloning teraupetik. Campur tangan yang berciri manipulatif ini tidak dapat diterima.
           Sistem bayi tabung adalah salah satu cara yang dilakukan oleh dokter ahli kandungan untuk memenuhi keinginan suami isteri untuk memperoleh anak, karena dalam persetubuhan mereka tidak dapat mempertemukan sperma suami dengan ovum isteri dalam rahim isteri, padahal sperma suami dan ovum isteri dalam keadaan sehat dengan arti keduanya dapat menghasilkan buah jika dapat bertemu. Oleh karena itu dokter ahli kandungan melakukan sistem bayi tabung ini.
Caranya ialah; dokter mengambil sperma suami dan ovum isteri, kemudian dipertemukan dalam sebuah kapsul (tabung), lalu dimasukkan ke dalam rahim isteri. Terjadilah pembuahan, lalu isteri hamil dan kemudian melahirkan. Proses yang demikian dapat dibenarkan oleh agama Islam, karena sperma suami diletakkan dalam rahim isteri yang dikawini dengan aqad yang sah, berdasarkan hadits:
عَنْ رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ اْلأَنْصَارِى قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ افْتَتَحَ حُنَيْنًا فَقَامَ فَيْنَا خَاطِبًا فَقَالَ لاَ يَحِلُّ  ِلاِمْرِءٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ. [رواه أحمد].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ruwaifi bin Tsabit al-Anshari, ia berkata: Aku pernah beserta Nabi saw waktu perang Hunain, beliau berdiri berkhutbah di antara kami, (antara lain) beliau berkata: Tidak boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (mani)nya ke ladang orang lain.” [HR. Ahmad].
Dari hadits di atas dapat difahami bahwa air mani seorang laki-laki hanyalah boleh diletakkan atau ditumpahkan ke faraj isterinya, dilarang diletakkan atau ditumpahkan ke faraj yang bukan isterinya yang tidak melakukan aqad nikah yang sah dengannya. Allah SWT berfirman:
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا. [النسآء: 21].
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” [QS. an-Nisaa, (4): 21].
Dari ayat dan hadits di atas dapat difahami bahwa air mani suami hanya boleh diletakkan pada faraj isteri yang memiliki ovum, tidak boleh diletakkan pada faraj isterinya yang lain.
Pada ayat yang lain ditegaskan bahwa isteri itu adalah seperti kebun tempat menyemaikan benih, yang akan menjadi keturunan dari suami dan isteri. Allah SWT berfirman: Artinya:
نِسَائُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ. [البقرة: 223].

Artinya: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” [QS. al-Baqarah (2): 223].
Dan hadits:
عَنْ أًبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ اْلحَجَرُ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Nabi saw bersabda: Anak itu milik tikar, bagi pezina hukuman rajam.” [Muttafaq Alaih].
Yang dimaksud dengan tikar (firasy) ialah suami isteri yang telah terikat dengan aqad nikah yang sah. Anak yang lahir dari suami isteri yang telah terikat dengan perkawinan yang sah ini diharapkan menjadi anak yang shalih yang akan menjadi sumber pahala bagi orang tuanya, walaupun keduanya telah meninggal dunia. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits:
عَنْ أًبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ مِنْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ أَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ مِنْ بَعْدٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: bersabda Rasulullah saw: Apabila seorang manusia telah meninggal dunia putuslah semua amalnya, kecuali tiga hal; dari anak yang shalih yang mendoakannya, dari shadaqah jariyah yang diberikan sebelum ia meninggal, dan dari ilmu(nya) yang bermanfaat.” [HR. Muslim].
Timbul persoalan; bagaimana jika kapsul itu diletakkan dalam rahim isteri kedua atau isteri yang lain? Berdasarkan ayat dan hadits di atas, perbuatan yang demikian dilarang karena ovum itu bukan milik isteri kedua atau isteri yang lain. Sperma dan ovum yang ada dalam tabung itu hanya boleh diletakkan dalam rahim isteri yang memiliki ovum. Jika kapsul itu diletakkan pada wanita yang lain atau isteri yang tidak memiliki ovum, maka berdasarkan hadits di atas perbuatan itu tidak dibenarkan.


Metode kloning berbeda dengan pembuahan biasa. Pada pembuahan biasa sel telur (ovum) perempuan memerlukan sperma yang ada pada laki-laki. Sedang pada metode kloning tidak lagi memerlukan sperma laki-laki. Pada prinsipnya bayi klon dibuat dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya kemudian di fusi (digabungkan menjadi satu) dengan sel donor yang merupakan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Fusi tersebut ditanamkan ke dalam rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir. Berbeda dengan bayi tabung yang pembuahannya memerlukan sel telur (ovum) dan sperma.
Ada tiga macam kloning:
1.      Kloning embrio, adalah penggandaan sel zygote (sel telur yang telah dibuahi sperma) menjadi beberapa sel monozygote mandiri yang mempunyai genetika yang sama secara sengaja di laboratorium dengan cara menambahkan zat kimia yang merangsang dua belahan zygote atau lebih untuk berkembang secara sendiri-sendiri menjadi masing-masing satu makhluk hidup tunggal.
Proses ini adalah proses peniruan bayi kembar yang berasal dari satu telur, dimana pada manusia terjadi proses penggandaan monozygote dari satu zygote dengan probabilitas terjadinya 1 di antara 75 kehamilan.
Sisi negatif dari kloning embrio ini ialah dimungkinkan untuk membuat sel monozygote kembar dalam jumlah yang banyak sehingga etika untuk memusnahkan sel monozygote dalam pemanfaatannya akan menjadi permasalahan ketika zygote dipercaya sebagai awal kehidupan. Sisi negatif yang lain ialah dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang haus kekuasaan dengan menciptakan orang-orang yang unggul yang merupakan kelompok yang tidak dapat diabaikan. Di samping itu, dengan banyaknya orang yang bentuk dan ciri-cirinya sama dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan kejahatan dalam masyarakat.
2.      Kloning reproduksi. Prosedur proses kloning ini adalah pengosongan inti sel telur yang mengandung DNA* dan mengisinya dengan DNA yang diambil dari salah satu sel makhluk hidup dewasa lalu mencangkok sel telur ini ke dalam rahim. Pada kloning jenis ini tidak terjadi pertemuan alamiah antara sel telur dan sel sperma, tetapi terjadi peminjaman sel telur kosong untuk penggandaan DNA dari sel dewasa.
Sisi negatif dari kloning macam ini ialah hewan kloning menderita cacat fungsi organ tubuh atau kelainan bawaan. Sisi lain ialah DNA yang ditanam adalah DNA dewasa yang menyebabkan bayi yang lahir adalah bayi yang dewasa sehingga mungkin saja berumur pendek. Sisi negatif lain ialah memungkinkan kebanyakan bayi yang lahir adalah perempuan, sedikit sekali bahkan tanpa laki-laki yang menyebabkan punahnya gender laki-laki. Dengan banyaknya lahir manusia unggul  secara massal dengan menggunakan jenis kloning ini dapat menimbulkan hal yang buruk seperti menjadikan manusia sebagai komoditas komersial. Sebaliknya, kelahiran bayi cacat yang banyak akan menimbulkan masalah dalam masyarakat.
3.      Kloning terapeutik. Tahap awal kloning terapeutik pada prinsipnya sama dengan kloning reproduksi, tetapi pada kloning terapeutik embrio hanya dibiarkan tumbuh sampai kurang lebih 14 hari. Dari embrio ini hanya sel stem atau sel tunas yang pada perkembangan selanjutnya akan menjadi organ/jaringan tubuh saja yang diekstraksi. Dari sel tunas ini bisa dibiakkan jaringan tubuh manusia maupun organ tubuh lengkap seperti hati, ginjal, kulit, dan lain-lain berdasarkan informasi DNA dari orang yang bersangkutan untuk kepentingan pencangkokan. Sehingga penolakan pencangkokan organ dari orang lain bisa diatasi dengan prosedur ini.
Sisi negatif dari metode ini ialah embrio yang mengandung sel tunas bisa dibiarkan dan ditanam dalam rahim dan akan menjadi janin, namun dibatasi oleh dinding yang sangat tipis dalam prosedur kelanjutannya.
Dari keterangan di atas timbul persoalan apabila dihubungkan dengan kesempurnaan makhluk yang diciptakan Tuhan termasuk manusia, yang terdiri dari jasmani, rohani, pembinaan dan pendidikan manusia yang akan menjadi makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk yang dimuliakan Allah yang akan dijadikan khalifatullah fil-ardl. Apalagi bila dihubungkan dengan tujuan hidup seorang muslim yaitu hasanah fid-dunyaa dan hasanah fil-akhirah. Untuk mencapai tujuan itu harus mempunyai kesehatan jasmani dan rohani. Agar lebih jelas akan dibahas beberapa persoalan yang berkaitan dengan masalah di atas.
Menurut syariat Islam, kelahiran seorang manusia itu harus sesuai dengan sunnah Allah. Setiap manusia yang lahir itu dipersiapkan menjadi makhluk yang terbaik dari makhluk Tuhan yang ada (QS. at-Tiin, 95:4), menjadi makhluk yang dimuliakan Allah (QS. al-Israa’, 17:70). Tujuan hidup manusia yang diciptakan Allah itu ialah mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat nanti (QS. al-Baqarah, 2:201) dan menjadi khalifatullah di bumi (QS. al-Baqarah, 2:30). Untuk mencapai tujuan hidupnya itu ia harus beribadat kepada Allah (QS. adz-Dzariyat, 51:56), yaitu secara vertikal tunduk dan patuh menyembah Allah dan secara horizontal beramal shalih kepada masyarakat, mengelola dan menjaga alam dari kerusakan.
Untuk mencapai maksud di atas, maka Allah SWT mengutus Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang membawa al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dalam melaksanakan kehidupan dan mencapai tujuan hidupnya.



Yang berkaitan dengan hubungan laki-laki dan perempuan, Allah SWT mewajibkan untuk melakukan aqad nikah yang sah bagi laki-laki dan perempuan yang ingin melakukan hubungan badan (seksual). Allah SWT berfirman:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ... [سورة النور: 32].
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan ...” [QS. an-Nuur (24): 32].
Dan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. [رواه البخاري ومسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Masud ra., ia berkata: bersabda Rasulullah saw: Wahai pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah sanggup melaksanakan perkawinan, hendaklah ia melakukan perkawinan itu. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menutup pandangan mata dan menjaga faraj (kehormatan), maka barangsiapa belum sanggup melaksanakannya, hendaklah hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu perisai baginya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Orang yang mengingkari adanya syariat perkawinan itu tidak termasuk umat Muhammad saw, berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَمِدَ اللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ: لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُوْمُ وَأَفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَآءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw setelah memuji Allah dan menyanjungnya, bersabda: Tetapi aku, aku shalat, tidur malam hari, puasa, berbuka, dan mengawini perempuan, barangsiapa yang tidak suka kepada sunnahku itu bukanlah termasuk golonganku..” [Muttafaq Alaih].
Dari aqad nikah yang sah dapat dibina rumah tangga tenteram penuh kedamaian dan diliputi kasih sayang di antara anggota keluarga. Allah SWT berfirman:
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ. [سورة الروم: 21].
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” [QS. ar-Ruum (30): 21].
Dari rumah tangga yang dibentuk dengan aqad nikah yang sah serta rukun dan damai diliputi rasa cinta dan kasih sayang itu, lahirlah seorang anak yang dinanti-nantikan. Proses kelahiran anak ini dijelaskan dalam firman Allah SWT:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ اْلإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ. ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَا تَشْكُرُونَ. [سورة السجدة: 7-9].
Artinya: “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” [QS. as-Sajdah (32): 7-9].
Dan Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ. [سورة المؤمنون: 12-14].
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” [QS. al-Mu’minun (23): 12-14].
Ayat-ayat dan hadits di atas menerangkan dengan jelas proses penciptaan manusia yang diharapkan dapat mencapai tujuan hidupnya, mulai dari aqad nikah antara laki-laki dan perempuan, yang dilanjutkan dengan pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Dari pasangan yang demikianlah lahir seorang anak. Proses lahirnya anak itu dimulai dari hubungan suami isteri, kemudian pertemuan sperma dan ovum, sehingga terjadilah pembuahan. Pada saat yang ditentukan, setelah janin berumur empat bulan (120 hari) lebih, Allah meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam janin itu. Kemudian Allah SWT mengilhamkan kepadanya kepercayaan kepada Tuhan penciptanya. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ. [سورة الأعراف: 172].
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"” [QS. al-Araf (7): 172].
Pada firman Allah yang lain dinyatakan bahwa Allah SWT juga memberi ilham kepada jiwa manusia jalan kebenaran dan jalan kesesatan, beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya dengan menempuh jalan kebenaran dan merugilah orang yang mengotori jiwanya dengan menempuh jalan kesesatan (QS. asy-Syams, 91:7-10).
Setelah anak lahir ia dibesarkan dalam keluarganya yang sakinah yang diliputi rasa cinta dan kasih sayang. Kemudian Allah SWT menegaskan:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ. [سورة الروم: 30].
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” [QS. ar-Ruum (30): 30].
Ayat di atas menegaskan bahwa demikianlah proses penciptaan manusia menurut ketentuan Allah, tidak ada perubahan terhadap ketentuan tersebut. Seandainya ada proses penciptaan manusia dengan cara yang lain, maka Allah tidak menjamin bahwa ciptaan itu akan sebaik ciptaan Allah dan menghasilkan manusia yang dapat mencapai tujuan hidupnya.

Ada beberapa hal yang tersirat setelah memahami QS. ar-Ruum ayat 30 di atas. Pertama, apakah orang yang menciptakan manusia dengan sistem kloning itu mau bertanggungjawab terhadap sesuatu yang ditimbulkan oleh hasil ciptaannya, seperti kelangsungan hidupnya, akibat buruk yang ditimbulkannya, dan sebagainya. Kedua, ialah seakan-akan kurang percaya terhadap manusia hasil ciptaan Allah, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ. ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ. [سورة الملك: 3-4].
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” [QS. al-Mulk (67): 3-4].
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini dan masa yang akan datang, mungkin saja sistem kloning untuk memproduksi manusia dapat dilakukan, namun kualitas manusianya tidak akan seperti manusia ciptaan Allah SWT, bahkan sebaliknya, bentuknya saja seperti bentuk manusia, namun sikap dan tingkah lakunya tidak seperti manusia. Mereka sama dengan binatang, bahkan lebih buruk dari binatang yang paling buruk dan berbahaya bagi manusia dan alam seluruhnya. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ. [سورة الأعراف: 179].
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” [QS. al-Araf (7): 179].

Dari keterangan di atas maka Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam menetapkan bahwa sistem kloning yang dilakukan untuk manusia hukumnya adalah haram.




Daftar pustaka

v  Wakidjo Az., NBM. 494.220:Agen SM No. 025, Metro Lampung Tengah
v   Junianto.dwi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar