Pengertian Kloning
Secara harfiah, kata “klon” (Yunani:
klon, klonos) berarti cabang atau ranting muda. Kloning berarti proses
pembuatan (produksi) dua atau lebih individu (makhluk hidup) yang identik
secara genetik.” Kloning organisme sebenarnya sudah bcrlangsung selama beberapa
ribu tahun lalu dalam bidang hortikultura. Tanaman baru, misalnya, dapat
diciptakan dari sebuah ranting. Dalam dunia hortikultura (dunia perkebunan),
kata “klon” masih digunakan hingga abad ke-20.
Secara mendetail, dapat dibedakan 2
jenis kloning. Jenis pertama adalah pelipatgandaan hidup sejak awal melalui
pembagian sel tunggal menjadi kembar dengan bentuk identik. Secara kodrati,
mereka seperti “anak kembar”. Jenis kedua adalah produksi hewan dari sel tubuh
hewan lain.
B. Sejarah Kloning
Klon pertama manusia dirancang pada bulan November 1998, oleh American Cell Technologies, yang berasal dari sel kaki seorang manusia, dan sebuah sel lembu yang DNA-nya dipindahkan. Setelah 12 hari, klon ini rusak. Pada bulan januari 2008, Dr. Samuel Wood dan Andrew French, kepala pegawai ilmiah laboratoriurn Stemagen Corporation di California AS, mengumumkan bahwa mereka berhasil menciptakan 5 embrio manusia dewasa dengan menggunakan DNA dari sel kulit orang dewasa. Tujuannya adalah menvediakan sebuah sumber bagi tangkai sel embrio yang dapat hidup. Dr. Wood dan seorang temannya menyumbangkan sel kulit dan DNA dari sel-sel itu untuk dipindahkan ke dalam sel-sel manusia. Tidak jelas apakah embrio yang dihasilkan akan sanggup berkernbang lebih lanjut. Namun, Dr. Wood menyatakan bahwa kalaupun mungkin, menggunakan teknologi untuk kloning reproduktif adalah tidak etis dan illegal. Kelima embrio yang diklon tersebut akhirnya rusak.”
Klon pertama manusia dirancang pada bulan November 1998, oleh American Cell Technologies, yang berasal dari sel kaki seorang manusia, dan sebuah sel lembu yang DNA-nya dipindahkan. Setelah 12 hari, klon ini rusak. Pada bulan januari 2008, Dr. Samuel Wood dan Andrew French, kepala pegawai ilmiah laboratoriurn Stemagen Corporation di California AS, mengumumkan bahwa mereka berhasil menciptakan 5 embrio manusia dewasa dengan menggunakan DNA dari sel kulit orang dewasa. Tujuannya adalah menvediakan sebuah sumber bagi tangkai sel embrio yang dapat hidup. Dr. Wood dan seorang temannya menyumbangkan sel kulit dan DNA dari sel-sel itu untuk dipindahkan ke dalam sel-sel manusia. Tidak jelas apakah embrio yang dihasilkan akan sanggup berkernbang lebih lanjut. Namun, Dr. Wood menyatakan bahwa kalaupun mungkin, menggunakan teknologi untuk kloning reproduktif adalah tidak etis dan illegal. Kelima embrio yang diklon tersebut akhirnya rusak.”
Secara etis, tak ada masalah
dalam kloning pada tumbuhan. Praktek kloning ini sudah lazim dan lama
dilakukan. Sementara itu, terdapat perbedaan pendapat tentang kloning pada
hewan. Ada pro dan kontra. Praktek kloning ini dibolehkan sejauh hewan tersebut
tidak disiksa atau disakiti. Sementara itu, muncul pelbagai pendapat tentang
kloning manusia. Muncul pertanyaan dan diskusi etis. Secara etis, apakah
dibenarkan kalau kemajuan teknologi menghasilkan dan/atau menggunakan embrio
insani yang hidup untuk menyiapkan sel-sel induk embrio? Gereja tidak
membenarkan tindakan ini karena embrio manusia tidak dapat dipandang sebagai
gumpalan sel. Embrio adalah sesosok pribadi. Embrio berhak hidup sebagai
individu. Embrio semestinya dihorrnati. Dengan demikian, intervensi manusia
yang merusak, melecehkan, atau mengobjekkan embrio tidak dapat diterima.
Penolakan terhadap kloning embrio ini berlaku juga terhadap cloning teraupetik.
Campur tangan yang berciri manipulatif ini tidak dapat diterima.
Sistem bayi tabung adalah salah satu
cara yang dilakukan oleh dokter ahli kandungan untuk memenuhi keinginan suami
isteri untuk memperoleh anak, karena dalam persetubuhan mereka tidak dapat
mempertemukan sperma suami dengan ovum isteri dalam rahim isteri, padahal sperma
suami dan ovum isteri dalam keadaan sehat dengan arti keduanya dapat
menghasilkan buah jika dapat bertemu. Oleh karena itu dokter ahli kandungan
melakukan sistem bayi tabung ini.
Caranya ialah; dokter mengambil sperma
suami dan ovum isteri, kemudian dipertemukan dalam sebuah kapsul (tabung), lalu
dimasukkan ke dalam rahim isteri. Terjadilah pembuahan, lalu isteri hamil dan
kemudian melahirkan. Proses yang demikian dapat dibenarkan oleh agama Islam,
karena sperma suami diletakkan dalam rahim isteri yang dikawini dengan aqad
yang sah, berdasarkan hadits:
عَنْ
رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ اْلأَنْصَارِى قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ افْتَتَحَ حُنَيْنًا فَقَامَ فَيْنَا خَاطِبًا فَقَالَ
لاَ يَحِلُّ ِلاِمْرِءٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
اْلأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ. [رواه أحمد].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Ruwaifi‘
bin Tsabit al-Anshari, ia berkata: Aku pernah beserta Nabi saw waktu perang
Hunain, beliau berdiri berkhutbah di antara kami, (antara lain) beliau berkata:
Tidak boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan
air (mani)nya ke ladang orang lain.” [HR. Ahmad].
Dari hadits di atas dapat difahami bahwa
air mani seorang laki-laki hanyalah boleh diletakkan atau ditumpahkan ke faraj
isterinya, dilarang diletakkan atau ditumpahkan ke faraj yang bukan
isterinya yang tidak melakukan aqad nikah yang sah dengannya. Allah SWT
berfirman:
وَكَيْفَ
تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ
مِيثَاقًا غَلِيظًا. [النسآء: 21].
Artinya: “Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)
dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” [QS. an-Nisaa, (4): 21].
Dari ayat dan hadits di atas dapat
difahami bahwa air mani suami hanya boleh diletakkan pada faraj isteri yang
memiliki ovum, tidak boleh diletakkan pada faraj isterinya yang lain.
Pada ayat yang lain ditegaskan bahwa
isteri itu adalah seperti kebun tempat menyemaikan benih, yang akan menjadi
keturunan dari suami dan isteri. Allah SWT berfirman: Artinya:
نِسَائُكُمْ
حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ
وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ. [البقرة:
223].
Artinya: “Isteri-isterimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
[QS. al-Baqarah (2): 223].
Dan hadits:
عَنْ
أًبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ اْلحَجَرُ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Nabi saw bersabda: Anak itu milik tikar, bagi
pezina hukuman rajam.” [Muttafaq Alaih].
Yang dimaksud dengan tikar (firasy)
ialah suami isteri yang telah terikat dengan aqad nikah yang sah. Anak yang
lahir dari suami isteri yang telah terikat dengan perkawinan yang sah ini
diharapkan menjadi anak yang shalih yang akan menjadi sumber pahala bagi orang
tuanya, walaupun keduanya telah meninggal dunia. Sebagaimana dinyatakan dalam
hadits:
عَنْ
أًبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثٍ مِنْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ أَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ مِنْ بَعْدٍ
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, ia berkata: bersabda Rasulullah saw: Apabila seorang manusia
telah meninggal dunia putuslah semua amalnya, kecuali tiga hal; dari anak yang
shalih yang mendoakannya, dari shadaqah jariyah yang diberikan sebelum ia
meninggal, dan dari ilmu(nya) yang bermanfaat.” [HR. Muslim].
Timbul
persoalan; bagaimana jika kapsul itu diletakkan dalam rahim isteri kedua atau
isteri yang lain? Berdasarkan ayat dan hadits di atas, perbuatan yang demikian
dilarang karena ovum itu bukan milik isteri kedua atau isteri yang lain. Sperma
dan ovum yang ada dalam tabung itu hanya boleh diletakkan dalam rahim isteri
yang memiliki ovum. Jika kapsul itu diletakkan pada wanita yang lain atau
isteri yang tidak memiliki ovum, maka berdasarkan hadits di atas perbuatan itu
tidak dibenarkan.
Metode kloning berbeda dengan pembuahan
biasa. Pada pembuahan biasa sel telur (ovum) perempuan memerlukan sperma yang
ada pada laki-laki. Sedang pada metode kloning tidak lagi memerlukan sperma
laki-laki. Pada prinsipnya bayi klon dibuat dengan mempersiapkan sel telur yang
sudah diambil intinya kemudian di fusi (digabungkan menjadi satu) dengan sel
donor yang merupakan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Fusi tersebut
ditanamkan ke dalam rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir.
Berbeda dengan bayi tabung yang pembuahannya memerlukan sel telur (ovum) dan
sperma.
Ada tiga macam kloning:
1.
Kloning embrio, adalah penggandaan sel zygote
(sel telur yang telah dibuahi sperma) menjadi beberapa sel monozygote
mandiri yang mempunyai genetika yang sama secara sengaja di laboratorium dengan
cara menambahkan zat kimia yang merangsang dua belahan zygote atau lebih
untuk berkembang secara sendiri-sendiri menjadi masing-masing satu makhluk
hidup tunggal.
Proses ini adalah proses peniruan bayi
kembar yang berasal dari satu telur, dimana pada manusia terjadi proses
penggandaan monozygote dari satu zygote dengan probabilitas terjadinya
1 di antara 75 kehamilan.
Sisi negatif dari kloning embrio ini
ialah dimungkinkan untuk membuat sel monozygote kembar dalam jumlah yang
banyak sehingga etika untuk memusnahkan sel monozygote dalam
pemanfaatannya akan menjadi permasalahan ketika zygote dipercaya sebagai
awal kehidupan. Sisi negatif yang lain ialah dapat dimanfaatkan oleh
orang-orang yang haus kekuasaan dengan menciptakan orang-orang yang unggul yang
merupakan kelompok yang tidak dapat diabaikan. Di samping itu, dengan banyaknya
orang yang bentuk dan ciri-cirinya sama dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
kejahatan dalam masyarakat.
2.
Kloning reproduksi. Prosedur proses
kloning ini adalah pengosongan inti sel telur yang mengandung DNA*
dan mengisinya dengan DNA yang diambil dari salah satu sel makhluk hidup dewasa
lalu mencangkok sel telur ini ke dalam rahim. Pada kloning jenis ini tidak
terjadi pertemuan alamiah antara sel telur dan sel sperma, tetapi terjadi
peminjaman sel telur kosong untuk penggandaan DNA dari sel dewasa.
Sisi negatif dari kloning macam ini
ialah hewan kloning menderita cacat fungsi organ tubuh atau kelainan bawaan.
Sisi lain ialah DNA yang ditanam adalah DNA dewasa yang menyebabkan bayi yang
lahir adalah bayi yang dewasa sehingga mungkin saja berumur pendek. Sisi
negatif lain ialah memungkinkan kebanyakan bayi yang lahir adalah perempuan,
sedikit sekali bahkan tanpa laki-laki yang menyebabkan punahnya gender
laki-laki. Dengan banyaknya lahir manusia unggul secara massal dengan menggunakan jenis
kloning ini dapat menimbulkan hal yang buruk seperti menjadikan manusia sebagai
komoditas komersial. Sebaliknya, kelahiran bayi cacat yang banyak akan
menimbulkan masalah dalam masyarakat.
3.
Kloning terapeutik. Tahap awal kloning
terapeutik pada prinsipnya sama dengan kloning reproduksi, tetapi pada kloning
terapeutik embrio hanya dibiarkan tumbuh sampai kurang lebih 14 hari. Dari
embrio ini hanya sel stem atau sel tunas yang pada perkembangan selanjutnya
akan menjadi organ/jaringan tubuh saja yang diekstraksi. Dari sel tunas ini
bisa dibiakkan jaringan tubuh manusia maupun organ tubuh lengkap seperti hati,
ginjal, kulit, dan lain-lain berdasarkan informasi DNA dari orang yang
bersangkutan untuk kepentingan pencangkokan. Sehingga penolakan pencangkokan
organ dari orang lain bisa diatasi dengan prosedur ini.
Sisi negatif dari metode ini ialah
embrio yang mengandung sel tunas bisa dibiarkan dan ditanam dalam rahim dan
akan menjadi janin, namun dibatasi oleh dinding yang sangat tipis dalam
prosedur kelanjutannya.
Dari keterangan di atas timbul persoalan
apabila dihubungkan dengan kesempurnaan makhluk yang diciptakan Tuhan termasuk
manusia, yang terdiri dari jasmani, rohani, pembinaan dan pendidikan manusia
yang akan menjadi makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk yang
dimuliakan Allah yang akan dijadikan khalifatullah fil-ardl. Apalagi
bila dihubungkan dengan tujuan hidup seorang muslim yaitu hasanah fid-dunyaa
dan hasanah fil-akhirah. Untuk mencapai tujuan itu harus mempunyai
kesehatan jasmani dan rohani. Agar lebih jelas akan dibahas beberapa persoalan
yang berkaitan dengan masalah di atas.
Menurut syariat Islam, kelahiran seorang
manusia itu harus sesuai dengan sunnah Allah. Setiap manusia yang lahir itu
dipersiapkan menjadi makhluk yang terbaik dari makhluk Tuhan yang ada (QS.
at-Tiin, 95:4), menjadi makhluk yang dimuliakan Allah (QS. al-Israa’, 17:70).
Tujuan hidup manusia yang diciptakan Allah itu ialah mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan di akhirat nanti (QS. al-Baqarah, 2:201) dan menjadi khalifatullah
di bumi (QS. al-Baqarah, 2:30). Untuk mencapai tujuan hidupnya itu ia harus
beribadat kepada Allah (QS. adz-Dzariyat, 51:56), yaitu secara vertikal tunduk
dan patuh menyembah Allah dan secara horizontal beramal shalih kepada
masyarakat, mengelola dan menjaga alam dari kerusakan.
Untuk mencapai maksud di atas, maka
Allah SWT mengutus Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang membawa al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dalam melaksanakan kehidupan dan mencapai tujuan
hidupnya.
Yang berkaitan dengan hubungan laki-laki
dan perempuan, Allah SWT mewajibkan untuk melakukan aqad nikah yang sah bagi
laki-laki dan perempuan yang ingin melakukan hubungan badan (seksual). Allah
SWT berfirman:
وَأَنْكِحُوا
اْلأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ... [سورة
النور: 32].
Artinya: “Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan ...” [QS. an-Nuur (24): 32].
Dan hadits:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. [رواه البخاري ومسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mas‘ud
ra., ia berkata: bersabda Rasulullah saw: Wahai pemuda, barangsiapa di antara kamu
yang telah sanggup melaksanakan perkawinan, hendaklah ia melakukan perkawinan
itu. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menutup pandangan mata dan menjaga faraj
(kehormatan), maka barangsiapa belum sanggup melaksanakannya, hendaklah
hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu perisai baginya.” [HR.
al-Bukhari dan Muslim].
Orang yang mengingkari adanya syariat
perkawinan itu tidak termasuk umat Muhammad saw, berdasarkan hadits:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَمِدَ اللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ: لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي
وَأَنَامُ وَأَصُوْمُ وَأَفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَآءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw setelah memuji Allah dan
menyanjungnya, bersabda: Tetapi aku, aku shalat, tidur malam hari, puasa,
berbuka, dan mengawini perempuan, barangsiapa yang tidak suka kepada sunnahku
itu bukanlah termasuk golonganku..” [Muttafaq Alaih].
Dari aqad nikah yang sah dapat dibina
rumah tangga tenteram penuh kedamaian dan diliputi kasih sayang di antara
anggota keluarga. Allah SWT berfirman:
وَمِنْ
ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ. [سورة الروم: 21].
Artinya: “Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” [QS.
ar-Ruum (30): 21].
Dari rumah tangga yang dibentuk dengan
aqad nikah yang sah serta rukun dan damai diliputi rasa cinta dan kasih sayang
itu, lahirlah seorang anak yang dinanti-nantikan. Proses kelahiran anak ini
dijelaskan dalam firman Allah SWT:
الَّذِي
أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ اْلإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ
جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ. ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ
فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ
قَلِيلاً مَا تَشْكُرُونَ. [سورة السجدة: 7-9].
Artinya: “Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan
ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
[QS. as-Sajdah (32): 7-9].
Dan Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً
فِي قَرَارٍ مَكِينٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا
الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ
لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ.
[سورة المؤمنون: 12-14].
Artinya: “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” [QS. al-Mu’minun (23):
12-14].
Ayat-ayat dan hadits di atas menerangkan
dengan jelas proses penciptaan manusia yang diharapkan dapat mencapai tujuan
hidupnya, mulai dari aqad nikah antara laki-laki dan perempuan, yang
dilanjutkan dengan pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah dan
rahmah. Dari pasangan yang demikianlah lahir seorang anak. Proses
lahirnya anak itu dimulai dari hubungan suami isteri, kemudian pertemuan sperma
dan ovum, sehingga terjadilah pembuahan. Pada saat yang ditentukan, setelah
janin berumur empat bulan (120 hari) lebih, Allah meniupkan roh ciptaan-Nya ke
dalam janin itu. Kemudian Allah SWT mengilhamkan kepadanya kepercayaan kepada
Tuhan penciptanya. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا
أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ. [سورة
الأعراف: 172].
Artinya: “Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"” [QS. al-A‘raf (7): 172].
Pada firman Allah yang lain dinyatakan
bahwa Allah SWT juga memberi ilham kepada jiwa manusia jalan kebenaran dan
jalan kesesatan, beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya dengan
menempuh jalan kebenaran dan merugilah orang yang mengotori jiwanya dengan
menempuh jalan kesesatan (QS. asy-Syams, 91:7-10).
Setelah anak lahir ia dibesarkan dalam
keluarganya yang sakinah yang diliputi rasa cinta dan kasih sayang. Kemudian
Allah SWT menegaskan:
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لاَ يَعْلَمُونَ. [سورة الروم: 30].
Artinya: “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui,” [QS. ar-Ruum (30): 30].
Ayat di atas menegaskan bahwa
demikianlah proses penciptaan manusia menurut ketentuan Allah, tidak ada
perubahan terhadap ketentuan tersebut. Seandainya ada proses penciptaan manusia
dengan cara yang lain, maka Allah tidak menjamin bahwa ciptaan itu akan sebaik
ciptaan Allah dan menghasilkan manusia yang dapat mencapai tujuan hidupnya.
Ada beberapa hal yang tersirat setelah
memahami QS. ar-Ruum ayat 30 di atas. Pertama, apakah orang yang
menciptakan manusia dengan sistem kloning itu mau bertanggungjawab terhadap
sesuatu yang ditimbulkan oleh hasil ciptaannya, seperti kelangsungan hidupnya,
akibat buruk yang ditimbulkannya, dan sebagainya. Kedua, ialah
seakan-akan kurang percaya terhadap manusia hasil ciptaan Allah, sebagaimana
tersebut dalam firman Allah:
الَّذِي
خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ
تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ. ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ
كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ. [سورة الملك:
3-4].
Artinya: “Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” [QS.
al-Mulk (67): 3-4].
Dari keterangan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini
dan masa yang akan datang, mungkin saja sistem kloning untuk memproduksi
manusia dapat dilakukan, namun kualitas manusianya tidak akan seperti manusia
ciptaan Allah SWT, bahkan sebaliknya, bentuknya saja seperti bentuk manusia,
namun sikap dan tingkah lakunya tidak seperti manusia. Mereka sama dengan
binatang, bahkan lebih buruk dari binatang yang paling buruk dan berbahaya bagi
manusia dan alam seluruhnya. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ. [سورة الأعراف: 179].
Artinya: “Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.” [QS. al-A‘raf
(7): 179].
Dari keterangan di atas maka Majelis
Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam menetapkan bahwa sistem kloning yang
dilakukan untuk manusia hukumnya adalah haram.
Daftar pustaka
v
Wakidjo Az., NBM. 494.220:Agen SM No.
025, Metro Lampung Tengah
v
Junianto.dwi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar